Selamat pagi, Bandung….......
torehan tinta seorang ibu dalam kamar anak nya...."
Ceritanya panjang dan sempat membuat saya sedih, terpukul, putus asa bahkan protes pada keadaan yang saya alami
Tanggal 6 Maret yang lalu, anak saya ulang tahun ke 18. Saya memang sudah merencanakan untuk menengok Risa ke Bandung tanggal 8 Maret 2009. Tapi tanggal 5 Maret jam 21.00, dia telpon dan cerita dengan suara terbata-bata kalau badannya panas. Saya masih menganggapnya biasa. Bagitu dia bilang bahwa tenggorokannya tidak sakit kalau menelan makanan (pertanda radang yang sudah biasa dialami…), saya mulai khawatir. Saya tutupi kecemasan saya dengan menyuruh dia minum obat penurun panas dan banyak minum air putih, juga saya hibur toh tanggal 9 Maret kita sudah ketemu di Bandung, jadi ditahan sedikit deh sakitnya.
Setelah menutup telpon, saya termenung. Tanpa terasa air mata sudah mengalir di pipi. Saya tau anak saya, dia tidak akan selemah itu berbicara bila tidak betul-betul sakit. Malam itu juga saya telpon saudara yang tinggal di Bandung, minta tolong untuk membawa anak saya ke dokter keesokan harinya.
Suami saya memaksa untuk memajukan keberangkatan dan langsung sibuk cari tiket lewat internet, dia memaksa saya ke Bandung keesokan harinya. Tidak masalah tiket yang terlanjur dibeli untuk hari Minggu. Yang penting saya bisa segera ke Bandung, sekaligus memberi kejutan untuk ulang tahun Risa keesokan harinya.
Dengan persiapan yang terburu-buru, saya bisa dapat penerbangan siang ke Jakarta dilanjutkan ke Bandung. Setelah melalui perjalanan panjang, jam 20.00 saya sampai di rumah saudara yang membawa Risa berobat tadi pagi. Semua tau tentang kedatangan saya yang dipercepat, kecuali Risa. Saya telpon dalam perjalanan pun Risa tidak tau kalau saya sudah menuju ke Bandung.
Begitu memasuki rumah, tujuan pertama saya adalah kamar Risa. Perlahan-lahan saya buka pintunya, dia sedang menunduk memandangi makan malamnya. Saya panggil pelan-pelan…selamat ulang tahun, de…wah, saat itu sungguh tidak terbeli oleh apapun!
Dengan muka merah padam karena panas, rambut berantakan dam ekspresi tidak percaya, dia langsung memeluk saya sambil menangis. Saya tidak tahu, tangis kaget atau tangis bahagia. Yang pasti saya langsung peluk badannya erat-erat. Saya cium kepalanya dengan kerinduan yang amat dalam.
Badannya memang panas, suhunya sampai 39 derajat Celcius. Waktu kecil, dengan suhu tubuh 38,5 derajat Celcius saja dia sudah kejang. Jadi malam itu, saya bolak-balik pegang keningnya. Malam rasanya berjalan sangat lambat.
Keesokan harinya, saya mengantar Risa untuk cek darah kedua kalinya ke salah satu rumah sakit swasta di Bandung. Dia sudah pusing luar biasa. Ternyata tes darah yang kedua ini menunjukkan trombosit Risa yang jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan hasil pemeriksaan kemarin.
Dokter langsung menyarankan rawat inap karena ada indikasi demam berdarah. Saya panik, harus mencari ruangan dilantai bawah sementara Risa diberi pertolongan pertama dengan infus di ruang dokter yang kosong.
Disini saya belajar, selama ini saya sangat menggantungkan semua urusan pada suami. Semua masalah langsung beres ditangannya. Saat itu saya baru sadar, bahwa kita harus belajar menangani masalah teknis sendiri. Bolak-balik saya naik turun untuk cek kamar rawat inap yang penuh dan menengok Risa yang saya tinggal sendiri di lantai atas.
Air mata saya tahan sekuat tenaga. Saya sebenarnya orang yang sangat mudah menangis. Masalah apapun selalu saya awali dengan tangisan. Tapi saat itu, saya menguatkan hati. Kapan lagi saya mulai belajar dewasa kalau tidak saat anak saya memerlukan ketegaran saya.
Setelah 4 jam menunggu, akhirnya Risa masuk kamar rawat inap. Saya tinggal di ruangan dengan saudara, sementara saya pulang untuk membereskan baju-baju yang diperlukan bila bermalam di rumah sakit.
Malam itu sambil memandangi Risa tidur, saya ‘bercakap-cakap’ dengan diri sendiri.
Kenapa ya kami kok mendapat cobaan seperti ini? Apa belum cukup segala rasa yang sudah saya korbankan selama berjauhan dengan anak? Apakah ada kesalahan yang saya atau suami perbuat sehingga Risa harus mengalami hal ini?
Jawaban itu saya dapat seketika itu juga. Hati kecil saya berbisik, kenapa saya harus protes dengan musibah kecil ini, sementara selama 8 bulan Risa kost di Bandung dia sehat-sehat saja bahkan sangat bahagia? Masa saya tidak terima diberi ‘ujian sederhana’ ditengah demikian banyak berkah yang sudah kami terima.
Kalau Risa tidak sakit, saya pasti tidak datang tepat di hari ulang tahunnya. Mungkin selama ini kami menganggap remeh asupan gizi maupun suplemen untuk Risa. Saya memang tidak terlalu cerewet dengan hal tersebut, yang penting dia nyaman dan bahagia, sudah cukup untuk saya.
Ternyata pendapat saya tidak sepenuhnya benar. Anak saya yang memang anak rumahan yang tidak terbiasa dengan jenis makanan dan pola makan anak kost yang cenderung ’semau gue’. Jadi vitamin atau suplemen mutlak diperlukan untuk mengimbangi kegiatannya yang sangat padat.
Setelah ‘percakapan’ tersebut, saya jauh lebih tenang. Saya berusaha menjalani semua ini dengan ikhlas. Risa sudah mendapat perawatan dan pengawasan medis, itu yang penting.
Ternyata semua belum selesai. Sampai hari ke-5, suhu tubuh Risa masih di kisaran 38 - 39 derajat Celcius. Dari pemeriksaan lanjutan, ditemukan bahwa widalnya tinggi, jadi ada indikasi penyakit typhus selain demam berdarah yang sudah positif.
Hati saya menciut. Sementara Risa sudah makin bete karena hari Jumat tanggal 13 Maret 2009 ada UTS tahap I Calculus yang harus diikuti karena tidak ada ujian susulan.
Saya berikan pengertian, bahwa kesehatan jauh lebih penting dari ujian. Toh ada UTS tahap II dan UAS. Nilai dikurangi tidak apa-apa, yang penting cepet sembuh.
Namanya mahasiswi baru yang sedang semangat-semangatnya (atau takut-takutnya?), dia tetep ngotot sambil nangis (duh…persis banget ibunya!) pengen ikut UTS Calculus. Akhirnya saya bilang gini, kita serahkan semua sama Tuhan, kalau hari Jumat Risa sudah diijinkan dokter untuk mengikuti ujian berarti Tuhan akan memberikan kesembuhan pada Risa. Tapi kalau hari Jumat Risa masih belum bisa meninggalkan tempat tidur karena harus bed rest, Risa harus menerima dengan ikhlas.
Setelah saya bilang begitu, dia menjadi lebih tenang. Saya minta dia tetap sholat dan berdoa untuk kesembuhannya walaupun dari atas tempat tidur.
Suatu hal yang tidak pernah saya duga adalah penurunan suhu tubuh Risa menjadi normal pada hari Kamis pagi. Diikuti oleh jumlah trombosit yang meningkat pada hari Jumat pagi….
Dengan kondisi tersebut dokter juga mengijinkan Risa ikut UTS pada hari Jumat sore. Berangkat dari kamar dengan kursi roda, naik mobil dan langsung saya antar ke ruang ujian, yang kebetulan letaknya di lantai dasar persis sebelah lapangan parkir!
Saya malu pada Tuhan, dengan protes yang sempat saya ucapkan dalam hati, Tuhan masih demikian baik untuk memberikan kemudahan pada Risa dan saya sehingga Risa bisa mengikuti ujian tersebut tanpa kesulitan berarti.
Terus terang saya juga sedikit merasa bersalah tidak melarang Risa ikut ujian. Tega bener sih, anak sakit kok tidak dilarang? Pertanyaan ini juga sempat ada di hati saya. Terus terang, ini bukan keputusan mudah. Di satu sisi saya ingin melatih Risa untuk tidak selalu bergantung pada keputusan saya. Namun di sisi lain saya juga belum yakin Risa akan mengambil keputusan tepat karena usianya yang masih belia.
Jadi masalah ujian ini saya sampaikan saja pada dokter yang merawat, hari Kamis pagi, dihadapan Risa juga, supaya Risa mendengar langsung jawabannya. Selain itu saya juga takut dianggap ‘memaksa’ anak ikut ujian sementara dia masih dirawat di rumah sakit.
Saya juga bilang pada dokternya, kalau kira-kita akan memperburuk kondisi kesehatan Risa, kami juga tidak akan memaksa. Saya hanya memfasilitasi keinginan Risa dan saran medis dari dokter yang menangani.
Selain itu doa juga tidak putus-putus saya panjatkan, semoga keputusan yang saya ambil tidak mempunyai resiko negatif terhadap kesembuhan Risa. Dengan kata lain, setelah ujian, jangan sampai sakitnya menjadi lebih parah.
Alhamdulillah, semua sudah dilewati. Hari ini Risa sudah mulai kuliah lagi. Tadi pagi saya antar ke kampusnya dan sekarang di tempat kost Risa saya buat posting ini.
Terima kasih untuk semua perhatian dan doa yang diberikan, semoga kesehatan selalu menjadi milik kita semua….Amin.
0 komentar:
Posting Komentar
eeeithh...."jangan lupa coment nyaaaaa"